Asal mula kenapa disebut Desa Karangkedawung dikarenakan di desa tersebut banyak terdapat pohon kedawung yang menjulang tinggi, dimana biji pohon kedawung ini adalah salah satu pohon yang bisa menjadi obat untuk perut kembung, obat kolera dan obat radang usus, sedang daunnya berkhasiat sebagai obat batuk dan obat mulas.
Pada masa perang Pangeran Diponegoro berkisar Tahun 1825 sampai dengan tahun 1830, sangat terasa sekali dampak dari perang tersebut baik di wilayah Desa Karangkedawung dan Desa Kaliwadah. Yang pada saat ini dengan politik Belanda yang memecah belah Bangsa Indonesia dengan sistem Doorstede, yang artinya dibuatnya benteng – benteng kecil di setiap area wilayah perang gerilnya Diponegoro.
Dengan adanya sistem doorstede tersebut gerakan perang gerilya Pangeran Diponegoro semakin menyempit, dan pada akhirnya Pengeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda pada Tahun 1830. Para prajurit Pangeran Diponegoro kocar – kacir untuk menyelamatkan diri, dan segelintir prajurit tersebut ada yang sampai di desa Kaliwadah dengan sebutan Ki Riwuh.
Ki Riwuh menikah dengan warga pribumi Desa Kaliwadah dan mempunyai anak bernama Ki Bandol. Ki Bandol ini yang akhirnya menjadi Lurah di Desa Kaliwadah sampai dengan tahun 1942.
Selain Ki Bandol ada seorang pedagang dandang dan ceret yang bernama Ki Sura Genta yang berasal dari desa Pasir Luhur. Ki Sura Genta ini berdagang dandang dan Ceret sampai ke Kadipaten Kace ( sekarang dikenal dengan Sokaraja ), dan pada saat Ki Sura Genta sedang berjualan secara tidak sengaja bertemu dengan Adipati Kace.
Diselang waktu yang bersamaan untuk pertemuan yang kesekian kalinya Adipati Kace menghampiri dan bertanya kepada Ki Sura Genta tentang kepribadiannya dan kesehariannya. Setelah cukup lama mengobrol dengan Ki Sura Genta, Adipati Kace memberikan kanugrahan kepada Ki Sura Genta untuk menjadi Lurah di Desa Karangkedawung.
Pada masa kejayaan Ki Sura Genta langkah / gerakan yang dilakukan adalah dengan cara membabad alas area persawahan Desa Karangkedawung yang dimulai dari area Blok Sirandu sampai dengan arah barat sungai yang kondisinya waktu itu masih hutan belantara. Proses babad alas tersebut masih belanjut sampai ke arah Kumitir yang sekarang dikenal dengan sebutan Candi Sari. Candi Sari ini adalah tempat dimana para leluhur Desa Karangkedawung disemayamkan / dimakamkan, namun untuk saat ini area Candi Sari secara kewilayahan / kepemilikan masuk dalam wilayah Desa Sokaraja Tengah. Dikarenakan proses pembuatan irigasi persawahan yang dahulunya berada di sebelah utara Candi Sari sekarang berubah di sebelah selatan Candi Sari.
Memasuki masa tahun 1940 sampai dengan tahun 1943, secara letak geografis / wilayah yang kurang luas maka untuk wilayah Desa Kaliwadah dan Desa Karangkedawung akhirnya digabungkan menjadi satu atau dengan istilah GEPOKAN. Dan akhirnya dari penggabungan tersebut disepakati dengan nama Desa Karangkedawung yang dipimpin oleh Ki Sura Wijaya.